MEMAKNAI “PESTA GOTILON” (PESTA PANEN) MASA KINI
Oleh: Pdt Banner Siburian
Pengantar Sederhana
Gereja HKBP memiliki berbagai pesta gerejawi sebagai kegiatan tahunan yang tertuang lewat program gereja masing-masing. Salah satu di antaranya adalah Pesta Gotilon, yakni “Pesta Panen”. Dalam gereja HKBP, hampir semua gereja menyelenggarakan pesta Gotilon ini dalam bingkai syukur kepada Tuhan atas segenap berkat yang diterima lewat segenap pekerjaan, jabatan, pangkat, profesi warga jemaat maupun usaha yang digeluti dan lain-lain.
Selain untuk mensyukuri berkat Tuhan yang kita terima, momentum Pesta Gotilon ini juga sekaligus menjadi media gerejawi untuk mengedukasi warga gereja terutama anak-anak dan pemuda, untuk turut menjadi anak-anak yang gemar bersyukur sejak dini. Pesta Gotilon juga merupakan cerminan ketaatan kepada Tuhan lewat Hukum Taurat, sekaligus menjadi kairos untuk menjalin kemesraan yang sungguh antar sesama warga jemaat dalam bingkai tri-tugas panggilan gereja yang bermutu.
Oleh karena itu, amatlah penting untuk memaknai Pesta Gotilon ini masa kini, terutama di era yang semakin maju dan digital ini, agar Pesta Gotilon dapat dimaknai dengan tepat, terutama oleh generasi muda gereja, baik dalam kajian historis secara sederhana maupun penerapannya di masa kini.
Pemahaman Dasar ‘GOTILON’
Manggotil dalam bahasa Batak Toba berimplikasi sedikitnya kepada dua arti, dengan konotasi yang sangat jauh berbeda.
Pertama: Mencubit teman atau kekasih, anak-anak, pacar atau orangtua. Mencubit dalam arti ini bisa dilakukan misalnya karena geli, kangen, geram, sayang atau rindu yang terobati, dan lain sebagainya.
Kedua: “Manggotil” dalam arti menuai hasil ladang, hasil pekerjaan, memetik buah tanaman atau menikmati hasil peternakan, lalu diikuti dengan luapan sukacita yang amat mendalam.
Maksud manggotil dalam tulisan ini, tentu saja adalah dalam pengertian yang kedua di atas. Sama sekali dia tidak memiliki korelasi atau konotasi arti dengan pemahaman pertama di atas. Jadi Pesta GOTILON bukanlah pesta cubit-cubitan, tetapi sebuah pesta Alkitabiah dan teologis, sebuah pesta iman dalam keseharian hidup kita.
Latarbelakang Historis Pesta ‘GOTILON’
Secara historis geografis, memang awalnya wilayah Palestina merupakan pusat pertanian tertua di seluruh dunia, yakni sejak tahun 7500-an Sebelum Masehi. Lembah Yordan, sesuai hasil temuan para arkeolog, telah tercipta sebagai percontohan irigasi alam yang terbaik, yang mencapai puncaknya di Mesir dan Babilonia. Dengan irigasi yang memuaskan itu, Israel pada zaman Abraham pun semakin gemar berladang atau bertani sambil beternak.
Tuhan memberi dua musim utama yang datang silih berganti. Ke dua musim itu adalah musim kemarau dan musim hujan, yang masing-masing musim tersebut berlangsung selama enam (6) bulan setiap tahunnya.
Setelah tanah gersang dipanggang oleh panas terik matahari, maka hujan pun datang untuk membasahi dan menggemburkan tanah. Lalu, tanah pun dibajak. Kemudian bibit pun ditebar dan ditaburkan. Curah hujan yang lebat pada musim dingin, seakan membisikkan tanah agar gemar menyimpan persediaan air yang cukup.
Sekitar bulan April, gandum pun mulailah matang. Gandum segera siap untuk dituai. Lalu, menyusul jawawut (sejenis gandum kelas dua), kacang-kacangan, miju-miju, kacang polong dan buncis, bawang merah dan bawang putih.
Kemudian berlanjut dengan menuai daun-daunan, biji-bijian, rempah-rempah dan selada. Tak ketinggalan buah anggur, mentimun, semangka, zaitun (Yes 5:1-6). Tak heran, kalau Palestina secara umum (bahkan Israel secara khusus) mampu berkompetisi dan berkancah di pasar Internasional waktu itu, dengan mengekspor hasil ladang terbaiknya, seperti Gandum, Minyak Zaitun dan Anggur.
‘GOTILON’: Tanda Ketaatan pada Hukum Taurat
Bangsa Israel sebagai umat Tuhan, menuai dengan penuh sukacita. Ternak pun bersukaria memasuki hamparan jerami yang segar bugar. Aturan pertanian ditata dan dipelihara sedemikian rupa. Tanah pun mesti “istirahat” pada tahun ke-7 (Imamat 25). Pesta Gotilon ternyata memiliki kaitan yang amat erat dengan Hukum Taurat.
Ada juga pertimbangan sosial, dengan membiarkan gandum yang tersisa bagi orang miskin (Im 19:9-15; 23:22), seperti Rut yang memungut sisa-sisa jelai gandum di ladang Boas. Meski orang terhormat, terpandang serta pemilik modal, Boas memahami betul aturan tentang panen. Dia memberi kesempatan itu kepada Rut, karena dia taat Hukum Taurat (Ulangan 24:19). Bila itu tidak diindahkan, panen akan menjadi kesedihan, disusul dengan kelaparan (Im 24:14).
Singkatnya, Pesta Gotilon atau Pesta panen merupakan respons iman umat Tuhan terhadap pemeliharaan Tuhan atas hidup mereka. Panen atau Pesta Gotilon tidak saja dipahami sekedar mempersembahkan hasil panen, tetapi terutama ketaatan iman umat Tuhan kepada Tuhan yang berkuasa memelihara hidup umatNya dan memberkatinya. Di dalamnya terpatri pengakuan bahwa Tuhan adalah sumber segala berkat.
GOTILON di Daerah Geografis Pertanian
Di jemaat desa, atau di wilayah geografis pertanian, pesta gotilon ini juga menjadi pesta rohani dan pesta sosial secara tahunan bagi sesama jemaat dan lingkungan. Mengapa ?
Seingat saya, sebelum anggota jemaat (masyarakat umum) misalnya menabur benih padi, gereja lebih dahulu melakukan “Doa Menabur Benih” secara bersama di gereja. Jemaat diingatkan, yang menabur di tanah yang baik, akan menuai hasil yang baik juga. Mereka menabur serentak. Hikmahnya, tikus dan hama, meski ada, tidak lagi jadi ancaman serius. Kebersama-samaan membawa nikmat memanen secara bersama.
Setelah panen, dilakukanlah Pesta ‘Gotilon’. Jemaat membawa hasil terbaik dari panennya (‘buah sulung’) berbentuk natura. Ada juga yang membawa buah pisang, markisa, pepaya, palia, jengkol, kopi, sayur terong, tetapi terutama hasil padi. Hasil ini kemudian ‘diuangkan’ untuk biaya pelayanan operasional gereja.
Pesta rohani ini memuat pesta sosial. Seusai ibadah, anggota jemaat ber-“changes kado”. Kita merasakan tuaian ‘lampet’ keluarga lain, dan keluarga lain merasakan tuaian ‘lampet’ keluarga kita. Secara simbolis, kita telah menikmati segenap tuaian panen dari Tuhan. Tentu ada yang sangat enak, enak menengah atau sedikit enak. Yang jelas, karena sama-sama merasakan, semuanya menjadi enak. Enaknya di mana ? Orang lain mau merasakan perasaan kita, dan kitapun merasakan perasaan orang lain. Kita bisa menerima orang lain, dan orang lain bisa menerima diri kita. Nikmat, kan ?
Pesta GOTILON di Daerah Perkotaan
Pesta ‘Gotilon”, kini memanggil kita untuk bersaksi betapa Allah kita itu adalah Allah yang Maha Pengasih dan maha Pemurah ! Bukankah Tuhan yang memberi kita pekerjaan, memelihara jiwa dan tubuh kita di saat kita bekerja, sehingga selamat dari bahaya dan terhindar dari kelaparan bahkan bencana ?
Bersyukurlah ! Kita semua telah menerima kasih karuniaNya, baik swasta, pegawai Negeri, pengusaha, wanita karir, tukang tempel ban, tukang buah, aparat hukum, jaksa, hakim, lawyers, eksekutif, legislatif, petani dan peternak, perkebunan, designer, tentara, polisi, akuntan, birokrat bahkan security dan lain-lain. Dari itu, persembahkanlah bagi Tuhan dari kerendahan hati; bukan dari keangkuhan (1 Pet 5:6-11). Berilah dari hati yang jernih nan bening, dari pengenalan yang sungguh akan kasihNya. Dan karena kita umumnya tidak lagi bekerja di daerah pertanian, tentu bukan lagi harus hasil pertanian yang kita persembahkan.
Janganlah hanya mengumpul untuk diri sendiri dengan tidak dari jalan yang benar. Bila begitu, kita laksana membangun rumah, namun tidak akan pernah mendiaminya, menanam pokok anggur, namun tidak akan pernah meminumnya (Amos 5:11). Kalau belum bekerja, memang janganlah memaksa diri memberi secara materiil. Tetaplah bertekad untuk bekerja dan berdoa: Berilah aku pekerjaan, ya Tuhan. Percayalah: Orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai (Mzm 126:5).
Kalau pekerjaanmu masih kecil-kecilan, bersukacitalah atas yang kecil itu. Berdoalah dengan sepenuh hati: Limpahkanlah berkatMu, ya Tuhan. Kalau hidupmu telah memiliki lebih dari cukup atau secukupnya, pujilah Tuhan. Tetapi, tetaplah merendahkan hatimu dengan membantu orang miskin dan yang tak berdaya. Pesta Gotilon juga adalah pesta solidaritas, agar kita menjadi orang yang gemar bermurah hati, sebab Tuhan adalah Pemurah (Lukas 6:36).
Firman Tuhan berkata: “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu” (Amsal 3:9). Demikianlah Pesta ‘Gotilon’ (Pesta panen/Hari Raya Menuai) menjadi bermakna, menjadi pujian bagi nama Tuhan, sebagai pertanda ketaatan kita akan hukum Taurat dan FirmanNya. Tuhan memberkati saudara, pekerjaan dan usaha saudara.
Selamat ber-Pesta Gotilon bagi kita semua. Pesta Gotilon ternyata sarat dengan makna Alkitabiah dan teologis. Pesta Gotilon adalah pesta rohani, pesta iman, pesta syukur atas pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita, pesta solidaritas, pesta sebagai momentum memperkokoh keakraban sesama anak Tuhan, pesta menuai berkat Tuhan dalam segenap hidup keugaharian kita. Doa kami, Tuhan melimpahkan rakhmatNya dan memberkati saudara, pekerjaan, usaha serta keluarga kita semua. Amin !





