MEMELIHARA DIRI DALAM KASIH ALLAH
(Ev. Yudas 1: 17-23; Ep. Imamat 19:9-18)
Saudaraku yang kekasih ! Salam sejahtera bagi kita semua. Semoga minggu ini menyenangkan dan membahagiakan bagi kita semua. Minggu ini menyerukan agar kita semua memelihara diri dalam Kasih Allah.
Jemaat yang dikasihi Tuhan. Kitab Yudas merupakan kita terpendek dalam Alkitab, terdiri dari satu fasal dan 25 ayat saja. Isinya adalah nasihat-nasihat untuk semakin meneguhkan iman. Caranya ?
Pertama: Bangkit melawan lupa (ayat 17-19). Jemaat diingatkan agar selalu menyegarkan memory untuk mengingat apa yang dahulu telah dikatakan oleh rasul-rasul. Apa itu ? Bahwa menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang hidup menuruti hawa nafsu kefasikan. Mereka adalah pemecah belah yang hidup tanpa Roh Kudus. Jangan pura-pura lupa ingatan, tetapi realistis menghadapi para pengejek, orang fasik atau penikmat hawa nafsu. Kita bukan sedang berada dalam jalan tol bebas hambatan, atau dunia tanpa masalah dan tantangan.
Kedua: Hidup tampil beda (ayat 20-21). Di tengah pada penyesat, pengejek dan pemecah-belah itu, kiranya anak-anak Tuhan dapat hidup tampil beda, memiliki sikap iman yang kuat dan dengan jatidiri yang kokoh, yakni membangun diri di atas dasar iman serta hidup di dalam doa. Kita juga tampil beda lewat kesetiaan menantikan hidup yang kekal.
Ketiga: Hidup memberi penguatan kepada orang lain (ayat 22-23). Sebagai anak-anak Tuhan, kita bukan saja hidup untuk mempertahankan diri sendiri, atau hidup untuk diri sendiri, tetapi juga memberi penguatan kepada sesama. Tuhan sedang menempatkan kita untuk hidup bermakna bagi orang lain. Caranya ?
Tunjukkanlah belas-kasihan dengan memberi kepastian kepada mereka yang ragu-ragu. Kita diberi missi untuk menyelamatkan orang yang ragu-ragu dengan merampas mereka dari api. Dalam proses penyelamatan itu, kita harus waspada agar jangan sampai terhisap kepada kecemaran dan dosa (bnd. “Membenci pakaian mereka yang cemar oleh keinginan-keinginan dosa; Minum tuak, duluan mabok; berjudi: ikut pas 2).
Kitab Yudas mengingatkan agar di satu sisi iman kita semakin teguh dan di sisi lain agar para penyesat bertobat. Saudaraku ! Memang, mungkin saja jemaat dapat terpengaruh oleh para penyesat sehingga mereka ragu akan imannya. Bila seseorang bergaul mesra dengan para pendusta atau penyesat, ada kalanya dia menjadi ragu-ragu terhadap imannya. Namun, marilah kita menunjukkan kasih kepada mereka yang ragu-ragu, sehingga mereka beranjak dari keraguan kepada kepastian.
Saudaraku yang kekasih ! Marilah kita menjadi sahabat yang baik kepada mereka yang mungkin sering ragu dalam hidup ini. Mungkin, Tuhan sedang mengutus engkau untuk menyelamatkan seseorang di dalam keragu-raguannya. Tentu saja, sesudah kita hidup di dalam kepastian iman, jangan lagi kembali hidup dalam keragu-raguan, tetapi semakin setia memelihara diri di dalam kasih Allah.
Kitab Imamat 19:9-18 memanggil kita memelihara diri di dalam kasih Allah lewat hidup dalam kekudusan. Hidup kudus di dalam Allah bukan berada dalam ruang kosong atau hampa, tetapi hidup secara nyata dalam konteks sosial di mana kita berada. Hidup kudus bukan berarti alim, sok suci tak tersentuh, tetapi sebaliknya hidup memberi makna dalam konteks sosial di mana kita berada.
Antara lain adalah gemar hidup berbagi dengan orang lain, tidak rakus, memiliki “sense of solidarity” (Imamat 19:9-10), memperhatikan anak yatim piatu, orang miskin dan orang asing. Hasil panen dari tanah kita, harus disisihkan bagi orang lain (Ingat Kisah Boas dan Rut; bnd. Rut 2:2,15-16, 17-23). Kita juga menjauhi perangai mencuri, berbohong dan berdusta (Imamat 19:11; Ef 4:28; 2 Tes 3:12), bersumpah palsu (Imamat 10:12; bnd. Keluaran 20:7; Bilangan 30:3; Mat 5:33). Juga menjauhi hidup merampas dan mengeksploitasi hidup sesama (Imamat 19:13; bnd. Ulangan 24:1-15; Jak 5:4).
Selain itu, kita juga dipanggil hidup kudus, dengan tidak pernah mengutuki orang tuli dan orang buta, atau mereka yang memiliki handicaps atau kaum diffabel (Imamat 19:4; bnd. Ulangan 27:18). Lebih berbahagia orang yang tuli, namun tajam mendengar suara Allah, ketimbang pendengaran yang baik, namun bertelinga yang tertutup untuk firman Allah. Lebih berbahagia orang yang buta, namun melihat kasih Allah, ketimbang memiliki mata yang melihat, namun buta terhadap kasih setia Allah.
Memelihara diri di dalam kasih, juga nyata dalam sikap yang tidak curang dalam pengadilan (Imamat 19: 15; bnd. Ulangan 25:16). Terhormat atau hina, kaya atau miskin, ukuran yang harus dipegang adalah kebenaran, dengan tidak mengubah keadilan menjadi ipuh (bnd. Amos 5:7; Amos :24; Ulangan 16:19-20). Jauhilah perangai yang gemar menyebar fitnah (mangalap manaruhon hata; Imamat 19:16), jauh dari segala kebencian dan balas dendam (Imamat 19:17-18; Amsal 11:13; Roma 12:19-21). Amin !


