HIDUPLAH SEBAGAI ORANG MERDEKA
(1 Petrus 2:11-17)
Bapak ibu saudaraku yang kekasih, Majelis dan warga jemaat HKBP Medan Sudirman Ressort Medan, para sahabat, simpatisan, di manapun berada dan bekerja: Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !
Renungan Minggu ini saya tuliskan sekaligus sebagai refleksi HUT RI Ke-80, tepat pada hari ini, Minggu 17 Agustus 2025.
Dirgahayu HUT Kemerdekaan RI ke-80. Semangat kemerdekaan itu terpatri membara di hati sanubari kita, Minggu 17 Agustus 2025, even penting dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kita mensyukuri sekaligus mengisinya, agar kemerdekaan itu benar-benar memerdekakan; bukan memperbudak. Demikian kita mengisi kemerdekaan dari perhambaan dosa dan maut, melalui karya penebusan Allah diri Yesus Kristus.
Kemerdekaan tidak pernah lepas dari kewajiban. Kemerdekaan itu maksudnya senafas dengan kewajiban. Karena sudah merdeka, maka kita diberi kewajiban. Karena sudah merdeka, maka kita wajib hidup teratur; bukan untuk mengacaukan (1 Kor 14: 33, 40). Maka, jangan pernah mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa, melainkan melayani dengan kasih (Gal 5:13).
Kita bebas dan merdeka bukan sesuai dengan kehendak kita sendiri, melainkan sesuai dengan kehendak Allah. Kita tidak dapat menodai hidup yang sudah dimerdekakan itu. Merdeka di sini dimaknai dalam bingkai untuk mengasihi dan berbuat baik. Inilah kemerdekaan yang “terikat” untuk tidak berbuat dosa, kemerdekaan yang kualitatif serta bertanggungjawab !
Merdeka ada dalam dimensi ruang dan waktu, untuk mengabdi kepada Tuhan, mengasihi dan berbuat baik kepada sesama. Kemerdekaan tidak boleh dijadikan sebagai dalih untuk berbuat semaunya. Kemerdekaan demikian bukanlah merdeka yang benar, tetapi merdeka yang liar, kemerdekaan yang libertinis, merdeka yang suka-suka dan kebablasan. Sesungguhnya, kemerdekaan Kristen yang sejati terikat dalam bingkai kasih, dalam ketaatan, dalam pengabdian dan dalam tanggungjawab.
Saudaraku yang kekasih ! Kita semua pastilah tidak menghendaki segala bentuk dan tindak perbudakan. Undang-Undang Dasar kitapun menyerukan agar menghapus segala bentuk penjajahan di atas bumi. Dan yang terpenting kita mendambakan hidup yang bersih dari segala bentuk perbudakan dosa, kejahatan, korupsi dan lain-lain. Terpujilah Yesus yang telah mengampuni kita, sehingga merdeka dari segala tuntutan dosa maupun kutuk. Dia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan AnakNya (Kol 1:13; Gal 1:4).
Maka sedikitnya ada dua sikap kita dalam memaknai kemerdekaan itu ! Pertama: Tidak mempergunakannya sebagai kesempatan hidup dalam dosa. Kemerdekaan itu bertanggungjawab; bukan kebablasan, melakukan segala hal sesuai keinginan daging. Kedua: Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Inilah kemerdekaan yang melayani. Merdeka bukan untuk memuaskan hawa nafsu, melainkan merdeka untuk mengasihi dan melayani.
Dalam keseharian hidup ini, maknailah kemerdekaan itu dengan penuh tanggungjawab. Jangan pernah menyalahgunakannya untuk menyelubungi kejahatan. Karena sudah merdeka, kita hidup sebagai hamba Allah (1 Pet 2:16). Itulah kemerdekaan yang bertanggungjawab, kemerdekaan dalam bingkai ketaatan untuk mengabdi dan melayani.
Kemerdekaan juga kita implementasikan dengan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging. Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah kemajemukan, sehingga orang lain pun dapat melihat bahwa kita tengah memuliakan Allah lewat perbuatan baik kita. Isilah kemerdekaan itu dengan terus berbuat baik. Itulah cara kita untuk membungkamkam kepicikan orang-orang bodoh. Jangan sampai mubazir menghabiskan waktu dan energimu untuk melayani orang-orang bodoh.
Marilah kita juga mendoakan pemerintah, agar mereka tidak pernah takut apalagi kalah kepada para pelaku intoleran di negara kesatuan Republik Indonesia ini, khususnya pelaku intoleran terhadap kebebasan beribadah di negeri sendiri. Kiranya para pelaku intoleran juga insyaf bahwa negara ini kita bangun bersama dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Kita juga mendoakan pemerintah agar senantiasa berani mengambil kebijakan politis yang pro-rakyat. Memblokir rekening rakyat yang gemar menabung memperkuat eknomi kerakyatan, yang tidak selektif terhadap oknum penyalahgunaan rekening, tentu merupakan kesalahan fatal yang tidak boleh terulang kembali. Semoga Pemerintah dan PPAT tidak lagi gegabah ke depan, sehingga Merah Putih, tetaplah berkibar dan berkobar di hati kita segenap rakyat Indonesia.
Habis gaduh rekening dorman, kini ditengarai akan muncul lagi kebijakan tidak pro-rakyat kecil, yakni Paymant ID. Sistem ini mungkin akan merekam seluruh dana tansaksi digital berbasis data NIK. Hal ini dirasa terlalu mencampuri ranah privat masyarakat umum, terutama masyarakat bawah yang berjuang mempertahankan hidupnya. Kita kuatir dan mempertanyakan tujuan di balik kebijakan itu. Namun, untuk para petinggi, pemodal dan pejabat negara yang doyan korupsi merampas hak rakyat yang untuk kesejahteraan rakyat, kepada mereka itu mungkin sangat relevan.
Untuk itu pula, saya menyerukan agar kita semua tidak perlu menaikkan berdera One Peace di gereja kita, di rumah atau di tempat lain. Kita sudah merdeka. Namun kemerdekaan kita adalah kemerdekaan yang melayani, yang terikat untuk berbuat di dalam kasih, kemerdekaan yang teratur dan bertanggungjawab; bukan kemerdekaan yang liar, kemerdekaan yang suka-suka dan kebablasan.
Dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80. Merdeka ! Merdeka ! Merdeka ! Amin !