SUARA DARI PADANG GURUN !
(Matius 3:1-12)
Selamat Minggu Advent II bagi kita semua. Semoga minggu penantian ini menjadi minggu yang membahagiakan bagi kita semua.
Ibarat mobil pengiring polisi di depan iring-iringan, demikianlah Yohanes Pembabtis, anak Imam Zakharias, ibunya Elizabeth, menjadi pembuka jalan bagi kedatangan Yesus (Luk 1:5, 16-17). Dialah suara dari padang gurun, yang berseru-seru akan pertobatan umat Tuhan dan seluruh dunia. Dia berseru agar umat mempersiapkan jalan untuk Tuhan dan meluruskan jalan bagiNya.
Padang gurun dalam bahasa Yunani disebut dengan “Enermos”, tempat yang amat gersang dan kering kerontang, tanpa ada tumbuh-tumbuhan apalagi air untuk mengairi tanah itu. Bagaikan padang gurun itulah hati manusia sudah sangat kering dan gersang, tidak tumbuh kebaikan serta buah-buah yang baik.
Lewat minggu Advent kedua ini, kita semua dipanggil untuk bertobat, mempersiapkan jalan untuk Tuhan dan meluruskan jalan bagiNya. Kedatangan Mesias akan menjadi berkat bagi mereka yang mau bertobat, tetapi menjadi duka nestapa bagi mereka yang mengeraskan hatinya. Bagaimana sejatinya karakter hidup orang yang bertobat itu dalam keseharian hidupnya ?
Pertama: Bertobatlah dengan Cara Hidup Rendah Hati (ayat 1-4, 11). Yohanes memakai jubah bulu unta sebagai tanda hidup benar sesuai kebenaran firman Allah. Ikat pinggangnya dari kulit, agar dapat berjalan dengan tegar dan kuat. Makanannya alamiah, yakni belalang dan madu hutan, yang juga berkhasiat membuang berbagai penyakit dan kuman. Dia menerima dan menikmati dengan senang hati apa yang ada di padang gurun. Dia tidak mencari yang tidak ada. Dia bergaul mesra dengan alam di mana dia berada.
Sambutlah Tuhan dengan rendah hati, tanpa harus “flexing” dengan apa yang ada pada kita. Marilah mensyukuri apa yang ada pada kita. Jangan sampai karena pakaian dan minuman, kita tidak sepenuh hati menyambut Tuhan. Jubah, ikat pinggang dan makanan, semua itu hendaklah meringankan langkah kita menyambut Tuhan, meskipun padang gurun kehidupan akan senantiasa kita hadapi dalam hidup ini.
Meski Yohanes Pembabtis menjadi pembuka jalan bagi Yesus, namun dia tetap rendah hati. Dia bagaikan pelita kecil sebelum kita tiba kepada Terang yang sejati. Membuka tali kasutnyapun dia tidak layak. Hal itu adalah pekerjaan seorang budak di Timur Tengah Kuno, pekerjaan yang kasar dan hina. Namun, untuk ke pekerjaan itupun, dirinya dirasa tidak layak. Ada satu ungkapan dalam tradisi Rabbi Jahudi yang berkata: Seorang murid boleh mengerjakan apa saja untuk tuannya, kecuali membuka tali kasut tuannya.
Kedua: Bertobatlah dan Akuilah dosa-dosamu (ayat 5-7, 9). Itulah wujud nyata babtisan pertobatan yang dikerjakan Yohanes Pembabtis. Suara dari padang gurun menyerukan kita mempersiapkan jala bagi Tuhan dan meluruskan jalan bagiNya. Setiap lembah harus ditutup, setiap gunung dan bukit diratakan, tanah yang berlekuk-lekuk harus menjadi dataran (Jes 40:3-4).
Hati manusia memang penuh dengan onak dan duri kehidupan, berbukit-bukit dan berlembah. Semua itu harus diratakan. Transportasi canggih dengan jalan tol masa kini, tidak pernah menjadi jaminan keselamatan bagi kita. Teknologi komputer dan sinar laser tembus pandang, juga tak dapat menjadi cermin untuk menyuluh dosa-dosa kita, dusta, fitnah, penipuan dan yang lain. Dosa itu harus kita akui di hadapan Tuhan sebagai tanda dan bukti bahwa kita sungguh-sungguh telah bertobat dengan sepenuh hati.
Umat Israel memang merasa tidak perlu lagi dibabtiskan, karena merasa dirinya sudah kepunyaan Allah. Mereka menganggap bahwa babtisan itu hanya diperuntukkan untuk orang-orang non Yahudi. Namun babtisan pertobatan ini juga diperuntukkan bagi orang Yahudi. Artinya: Manusia yang sebelumnya telah dipilih oleh Tuhan, mereka kini harus dibabtiskan, harus turut mengaku dosa-dosa mereka, bertobat dan dibaharui.
Tidak pandang bulu orang yang datang kepada Yohanes untuk mengaku dosa sambil membabtiskan dirinya, baik penduduk Yerusalem, Yudea dan dari Yordan, termasuk kalangan terhormat kala itu, yakni orang Farisi dan orang Saduki. Kerajaan Allah tidak terbatas kepada sekelompok orang, tetapi kepada semua orang. Allah bukanlah Tuhan yang sektarian, tetapi Allah universal. Kepada para pejabat itu, Yohanes bahkan dengan lugas berkata mereka sebagai ular beludak, yang mengira dapat melarikan diri dari murka Allah karena merasa sudah kepunyaan Allah.
Ketiga: Bertobatlah dengan menghasilkan buah pertobatan (ayat 8, 10, 12). Bertobat bukan hanya “casing” bagian luar kehidupan atau pertobatan secara seremonial semata. Pertobatan yang benar kelihatan dari buah kebaikan yang dihasilkan. Kapak sudah tersedia pada akar pohon. Setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Di sini akan terjadi pemisahan. Gandum yang berisi dikumpulkan ke dalam lumbung, namun debu jerami akan dibakar dalam api yang tidak terpadamkan.
Meskipun Abraham adalah bapa kita, itu bukan jaminan dan alat ukur menerima keselamatan. Allah sendiri dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu itu. Bahkan menjadi orang Kristen pun tidak otomatis mewarisi Kerajaan Sorga, namun dari iman yang sungguh sekaligus pertobatan dari segenap perangai yang tercela serta taat melakukan kehendakNya (bnd. Mat 7:21). Roh Kudus akan menolong kita untuk mencabut segenap hati yang keras dari kita agar hati kitapun semakin berkenan kepada Tuhan.
Hasilkanlah buah pertobatan dari hidup kita. Jangan sampai kita menjadi keturunan ular beludak, yang memegang racun kehidupan yang mematikan dan membinasakan. Jangan sampai kita menjadi keturunan ular beludak, bilamana jabatan, pangkat yang kita emban tidak lagi kita pakai untuk melayani. Apapun pekerjaan kita, jabatan dan pangkat yang kita sandang, lewat semua itu, marilah kita menghasilkan buah-buah yang baik, sebagai bukti operasional bahwa kita telah bertobat dalam hidup ini.
Salam Advent II bagi kita semua. Tuhan memberkatimu, memberkati kami dan memberkati kita semuanya. Amin !


