Oleh: Pdt Banner Siburian, MTh
Pentakosta adalah peristiwa historis akan pencurahan Roh Kudus, yakni 50 hari setelah kebangkitan Yesus. Minggu pencurahan Roh Kudus meneguhkan iman percaya kita bahwa Tuhan hadir di mana-mana (Mazmur 139:7-12). Kuasa dan kehadiranNya tak terbatas dan tak terikat oleh ruang dan waktu (”space and time”), oleh media apa dan manapun.
Pentakosta sederhananya kita maknai sebagai Ulang Tahun lahirnya gereja secara Am. Hal itu ditandai dengan peristiwa dibabtisnya 3000 orang percaya pada hari pencurahan Roh Kudus (Kis 2:41). Hal itu dimaknai sebagai buah sulung gereja. Tanpa Pentakosta, gereja tidak ada di dunia ini. Kita juga percaya bukanlah oleh diri kita sendiri, namun karena telah dipanggil Tuhan melalui Roh Kudus.
Dalam Perjanjian Lama, benang merah Pentakosta adalah dari pesta panen, yang acap disebut “Pesta Gotilon”. Bangsa Israel mensyukuri dan merayakannya, terutama setelah mereka keluar dari Mesir (Imamat 23:1-16). Selanjutnya, mereka menerima Hukum Taurat di gunung Sinai, guna membaharui sekaligus menuntun hidup mereka dalam perjalanan hidup berikutnya. Panen dalam Pentakosta adalah kedatangan orang-orang percaya kepada Tuhan.
Pentakosta adalah penggenapan janji Yesus Kristus akan Roh Penghibur bagi murid-murid dan kita umatNya di dunia ini. Yesus tidak akan meninggalkan mereka sebagai yatim piatu (ayat 18: “Orfanous”). Allah Bapa akan memberikan Penolong, yakni Roh Kebenaran, untuk menyertai kita selama-lamanya (Yoh 14:15-26). Yesus datang kembali melalui Roh Kudus. Dialah ”Parakletos”, yakni Penolong (ay 16), Roh Kebenaran (ay 17: ”Pneuma tes aletheias”), atau Penghibur (ay 26: ”Pangondian”: ”Pneuma ton hagion”).
Itulah yang digenapi dalam peristiwa Pentakosta di Yerusalem (Kisah Rasul 2). Saat orang percaya (kala itu) berkumpul, Roh Kudus dicurahkan bagi mereka, yang diidentifikasi dengan turunnya dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah. Tampak lidah-lidah seperti nyala api, bertebaran dan hinggap pada mereka (ayat 2-3).
Angin bertiup tak dapat dilihat kasat mata, namun dapat dirasakan. Laksana tiupan angin, kehadiran Roh memang tidak dapat dilihat kasat mata, namun pasti dapat dirasakan. Dia datang dan hadir dengan bebas, meski tidak pernah terikat dengan kita. Tak dapat digenggam atau dihempang ataupun dihambat masuk ke hati sanubari kita. Dalam menyambut Roh itu, kita tidak boleh mengandalkan rasionalitas kita, meski bukan berarti mengabaikannya sama sekali.
Bagaimana wujud kehadiran Roh Kudus bagi mereka kala itu ? Mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain sesuai pemberian Roh itu (ayat 4). Roh menggerakkan mereka untuk berkata-kata. Orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit, masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri (ay 5-6).
Walau beda bahasa, namun mereka mengerti satu sama lain. Yang berkata-kata adalah orang Galilea, namun 17 suku bangsa yang hadir, mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa yang mereka pakai di negeri asalnya (ayat 7-12). Kita kini kadang hanya dengan satu bahasa, namun acap tidak saling mengerti (Kej 11). Roh Kudus membuahkan pengertian dalam perbedaan. Perbedaan bukanlah untuk dibedabedakan, tetapi untuk dirajut.
Sedangkan lidah-lidah seperti nyala api, mensyaratkan Roh Kudus hadir menerangi segenap keberadaan manusia, sekaligus membakar segala perangai dan karakter bahkan dosa yang masih melekat dalam diri kita. Lidah-lidah api itu, juga menunjukkan karya Roh Kudus untuk menyucikan dan menguduskan kita dari segala dosa, kesalahan bahkan kejahatan.
Bagaimana kita memaknai dan menghayati peranan Roh Kudus dalam keseharian hidup kita kini ?
Pertama: Roh Kudus membentuk kembali hidup kita sepadan dengan kehendakNya. Ibarat mobil baru yang jatuh tabrakan atau tergadai sehingga penyok, ringsek dan karatan, demikian hidup kita mungkin telah karatan, aus, lecet, tercampak oleh kuasa iblis dan dosa yang telah merusak bahkan merobek-robek sendi-sendi hidup kita. Bagai tukang besi, Roh Kudus membentuk kembali, mengamplas dan membaharui hidup kita, sehingga kembali baru seperti sedia kala.
Kedua: Roh Kudus mengajar dan mengingatkan kita kembali akan penebusan kita menjadi anakNya. Meski telah ditebus, namun dunia ini, bisa saja menggoda dan menghimpit hidup kita. Nah, Roh Kudus mengingatkan kita kembali akan jati diri kita di dalam Kristus. Kita diingatkan agar karya penebusan itu tetap terpatri dalam-dalam, sehingga tidak lagi dibelokkan oleh kuasa dosa. Misalnya, meski tidak punya segudang uang, kita diingatkan agar tidak tergoda mencuri atau korupsi, atau misalnya mengoplos pertalite menjadi pertamax.
Ketiga: Roh Kudus membantu kita menunaikan tugas dan kewajiban pemberitaan Injil menjadi saksiNya (Yoh 15:10; Kis 1:8). Tugas bersaksi bukanlah pilihan, tetapi keharusan dan hutang yang harus kita bayar (1 Kor 9:16). Bersaksi, bukan terutama dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan kasih yang sungguh nyata. Saksikanlah Kristus melalui segenap karakter dan perangai hidupmu sehari-hari, itulah kesaksian utama kita (Batak: Hatindanghon ma ngolum, hangoluhon ma panindangionmi, ai ngolum i do panindangionmu).
Keempat: Roh Kudus menghibur dan menopang kita hidup saling mengasihi dan melakukan perintah Yesus Kristus. Janji Yesus memberikan Penghiburan kepada para murid, didahului dengan seruan mengasihi Yesus, dengan menuruti segala perintahNya (Yoh 14:15-25). Roh Kudus menguatkan kita melaksanakan kasih kepada Allah dan sesama manusia (Mat 22:37-40; Yoh 13:34-35). Siapa yang memegang perintahNya, dialah yang mengasihi Yesus dan akan dikasihi oleh Bapa. Kualitas kasih kepada Tuhan dapat diukur dari kesungguhan kita melakukan perintah dan menuruti firmanNya. Adalah pendusta, bila seseorang mengaku mengasihi Tuhan, namun melanggar perintah dan firmanNya di dalam hidupnya.
Apakah para murid mengasihi Yesus hanya saat Dia bersama-sama dengan mereka ? Kasih yang sejati justru lebih menggelora saat kita tidak bersama dengan orang yang kita kasihi. Cinta sejati ayah kepada isteri, justru lebih teruji saat mereka sedang berjauhan karena tugas atau dinas misalnya. Jauh di mata, namun dekat di hati. Anak rantau yang sayang orangtua, akan selalu mengingat nasehat orangtuanya. Dia hidup mandiri, menjaga dan menguasai diri dari perbuatan tercela. Mengasihi Tuhan senafas dengan melakukan perintah dan firmanNya.
Sambutlah Roh Kudus bertakhta dalam hatimu. Berilah dirimu dibentuk atau ditempa olehNya, sehingga hidup kita pun damai, saling memahami satu sama lain dan hidup dengan teratur (1 Kor 14:33,40). Dengarlah suara Roh Kudus lewat suara nuranimu yang setia mengingatkan kita akan firman dan pengajaranNya. Jangan sampai lupa segala perintah dan kehendakNya (Yoh 14:26). Bila kita mengasihi orangtua, pastilah kita menuruti nasehatNya. Bila kita mengasihi Tuhan, pastilah kita menuruti firmanNya dan menaati perintahNya.
Jadilah kita cahaya Kristus (Kis 1:8), surat Kristus yang dapat dibaca (2 Kor 3:3) dan wajah Kristus di dunia ini (1 Tes 1:8). Jauhilah kecongkakan, tinggi hati dan hidup melawan perintah Tuhan, sebagai bentuk lain dari membangun menara Babel, menara kekacauan (Kej 11). Berilah dirimu diperlengkapi dengan karunia-karunia Roh (1 Kor 12), lalu nyatakanlah buah Roh dalam keugaharian hidup kita, yakni: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal 5:22-23). Amin !
Pdt Banner Siburian/br Siagian
Medan